KESETIAAN TUHAN


https://warta.hmministry.id/

Img

“Bila ia berseru kepada-Ku, Aku akan menjawab,
Aku akan menyertai dia dalam kesesakan,
Aku akan meluputkannya dan memuliakannya.
Dengan panjang umur akan kukenyangkan dia,
dan akan Kuperlihatkan kepadanya keselamatan dari pada-Ku.”

Mazmur 91:15-16

Perkenalkan nama saya Erick Fernandez Purba, istri saya Rianiati Siahaan dan kami sudah dikaruniai seorang putra, Daniel yang saat ini berusia 1,5 tahun. Pada kesempatan ini saya ingin berbagi pengalaman hidup di mana Tuhan menolong kami, saat saya sekeluarga terpapar COVID-19.

Awalnya istri saya berpikir itu akibat respon dari vaksin yang diterimanya, pasti esok hari sudah pulih. Namun bukannya membaik tetapi mulai timbul satu persatu semua gejala COVID-19. Demam, pusing, pegal-pegal serta tubuh terasa lemas, dan yang paling tidak enak ditenggorokan sampai napas saja terasa sakit. Setelah 4 hari tidak kunjung membaik ditambah lagi mulai hilangnya indra penciuman, timbul dugaan bahwa ini bukan respon dari vaksin. Akhirnya istri saya menjalani isolasi mandiri selama 14 hari.

Pada saat yang bersamaan, anak kami Daniel sempat mengalami panas tinggi. Setelah dibawa ke dokter meskipun ada kendala, namun Tuhan menyertai sehingga keadaannya semakin membaik.

Tanggal 30 Juni 2021, saat pulang dari kantor saya merasakan badan saya meriang, saya minumkan paracetamol dan vitamin C, lalu tidur, dengan harapan esok pagi sudah membaik. Waktu itu keadaan istri saya sudah jauh lebih baik.

Tepat jam 2 subuh saya terbangun dalam keadaan demam, badan saya panas sekali. Berbekal sedikit pengetahuan dari teman yang bekerja di kesehatan, jika tubuh kita bisa menerima 1000 mg saya minumkan lagi paracetamol. Di tengah kekalutan, saat itu saya hanya mengandalkan pengetahuan dan tidak ingat Tuhan.

Esok paginya kondisi saya belum membaik, hanya saja demam saya sudah turun, namun sekujur tubuh saya ngilu, tenggorokan terasa tidak enak dan kepala pusing. Setelah berembuk dengan istri, kami memutuskan untuk tes PCR di Puskesmas. Hasilnya baru dapat diketahui 5 hari kemudian dan selama menunggu hasil saya pun tidak masuk kerja.

Saya merasakan perut seperti ada gas yang naik mengakibatkan cegukan dengan durasi tempo yang cepat, membuat napas saya jadi memburu. Saya coba minumkan paracetamol dan vitamin C lagi, juga beberapa obat yang dikirimkan oleh kakak ipar saya. Bukannya membuat kondisi saya membaik, saya menjadi mual dan tidak bisa menerima asupan makanan.

Keadaan ini menyebabkan saya cekcok dengan isttri saya. Istri saya menginginkan saya makan dengan teratur supaya mempunyai tenaga untuk melawan virus, namun saat itu kondisi badan saya sudah sangat-sangat tidak enak. Dalam kondisi cegukan terus menerus, istri saya memaksa saya untuk makan, karena ia tidak merasakan apa yang saya rasakan. Puji Tuhan akhirnya istri saya memahami keadaan yang saya alami. Akhirnya kita sama-sama berdoa, "Tuhan Yesus tolong, biarlah cobaan ini segera Tuhan lalukan."

Malam harinya saya masih sulit untuk makan, saya kembali cekcok dengan istri. Karena ia sudah menyiapkan makanan tetapi tidak saya makan, disodorkan lagi buah, juice. Namun setiap apa yang saya makan, langsung keluar. Mualnya itu dahsyat sekali, ketika perut dalam keadaan kosong saya muntah air. Obat-obat yang saya konsumsi tidak membuat saya semakin membaik.

Akhirnya kami mengambil PCR yang hasilnya keluar dalam waktu cepat supaya ada tindakan selanjutnya dan hasilnya kami positif COVID-19. Hal ini membuat mental saya semakin drop. Kami pun langsung memakai masker, menjaga jarak dan untuk sementara waktu kami pisah kamar. Ketika mendapatkan hasil itu CT istri saya sudah di atas 30 dan saya masih 17, artinya istri saya sudah dalam tahap pemulihan sedangkan saya masih dalam tahap virus aktif.

Malam itu kondisi saya semakin parah, kepala saya terasa berat, cegukan sudah hilang namun napas saya semakin memburu, sesak sekali. Kepala saya sakit. Saya tidak bisa tidur, hidung saya terasa membeku, ketika saya menarik napas hanya sedikit saja udara yang masuk. Saya mulai mengalami kesulitan bernapas dan merasa sesak, sehingga saya mengalihkan pernapasan melalui mulut.

Kira-kira jam 21.30 saya hanya bisa bernapas dari mulut itupun sedikit-sedikit. Wajah saya sudah pucat sedikit membiru, begitu pula dengan kuku. Mulai timbul rasa takut. Jam 23.00 saya putuskan untuk membangunkan istri saya, dan berkata kepadanya: "Tolong aku."

Lalu istri menghubungi saudara dan tetangga yang bermurah hati, yang mempunyai latar belakang sebagai perawat. Dengan kondisi memakai jas hujan, masker, helm, sarung tangan, tanpa ada cela sedikit pun mereka masuk ke rumah. Memberikan instruksi kepada saya, bagaimana cara mengambil napas di kala sesak.

Akhirnya diputuskannyalah membawa saya ke rumah sakit di daerah Kali Deres. Puji Tuhan, saat memesan taxi online walaupun melihat kondisi kami, sopir tidak menolak. Mungkin karena area sopir yang sudah memakai pengaman sejenis akrilik.

Tiba di RS saya ditolak masuk dengan alasan rumah sakit penuh. Teman saya sudah mendesak dan memohon karena keadaan saya sudah sesak sekali. Di samping itu taxi online yang saya tumpangi sudah close order dan sudah mendapatkan pesanan penumpang baru.

Sungguh saat itu saya bingung sekali harus bagaimana? Kondisi saya sudah sesak, saya mendengar bahwa saya ditolak di RS, lalu saya juga ditolak oleh taxi online. Di situ saya benar-benar sedih, marah, kecewa semua jadi satu.

Akhirnya tim medis membantu memapah saya turun dari mobil, saya hanya didudukan di kursi yang tidak ada sandarannya, dengan posisi duduk di depan pintu IGD. Sambil menyandarkan kepala ke dinding, di situlah titik terendah saya rasakan. Mengapa bisa seperti ini? Jiwa saya meronta. Saya melayani Tuhan, saya berikan yang terbaik buat Tuhan, tetapi keadaan saya bisa seperti ini, dan tidak ada yang peduli. Saya sulit sekali bernapas, saya berseru: "Tuhan tolong, Tuhan." Apakah hidup saya akan berakhir seperti ini? Sementara napas saya sudah semakin berat.

Perawat di sana mengukur saturasi oksigen saya yang ternyata sudah rendah sekali, dan persediaan oksigen di RS malam itu kosong. Setelah itu mereka kembali masuk ke dalam, meninggalkan saya di depan pintu IGD. Pada saat itulah teman saya menghubungi tim di gereja untuk membawakan saya tabung oksigen.

Perasaan saya saat itu antara mau marah, takut, kecewa, kesal, saya merasakan sakit sekali. Sampai akhirnya saya diam, saya hanya dapat berseru: “Tolong aku, Tuhan. Hanya pertolongan-Mu yang saya butuhkan.” Sampai akhirnya datanglah teman dari gereja membawakan 2 tabung oksigen. Di situ saya melihat ada harapan.

Permasalahan lain timbul. Tidak ada yang mengerti bagaimana caranya memasang oksigen baru, bahkan saat teman saya memanggil salah seorang perawat yang bertugas jaga malam itu. Saya harus menunggu sampai esok hari.

Saat itulah saya belajar mengandalkan Tuhan, saya terus berdoa, memuji Tuhan dengan sekuat tenaga yang saya miliki. Saya bermazmur, bernyanyi: “Walau seribu rebah di sisiku …” Tenaga saya sudah semakin lemah, namun saya tetap berusaha untuk tersadar, tidak tertidur. Melihat saya hampir pingsan, maka teman saya langsung menepuk-nepuk tangan dan pipi saya agar tetap terjaga.

Tiba-tiba pintu IGD terbuka. Keluarlah seorang anak muda menenteng oksigen sambil menelepon, menangkap dari pembicaraannya dia sedang menjelaskan bahwa sudah mencari oksigen baru untuk ayahnya, yang sedang dirawat. Ada gerakan yang kuat dari dalam hati saya untuk minta tolong kepada anak muda tersebut. Saya mengumpulkan kekuatan: “Bang…. bang … bisa pasang oksigen baru? Saya sesak bang.” Lalu ia melihat saya sambil melihat oksigen yang ada dan puji Tuhan, ternyata anak muda tersebut pernah memasang dan langsung membantu.

Ada sukacita dan pengharapan. Sambil melihat mereka bongkar sana, sini dan akhirnya selang itu dipasangkan ke hidung saya. Di saat saya hampir hilang kesadaran karena sulit bernapas, saya mendengar bunyi oksigen yang keluar masuk melalui hidung, saya mulai menghirup perlahan dan Puji Tuhan sedikit-sedikit mulai ada tenaga.

Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada anak muda itu. Saya tidak tahu agamanya apa, tetapi saya percaya Tuhan dapat memakai siapa saja untuk menolong saya. Mulut saya sudah tidak tahan lagi untuk memuji Tuhan, dalam kelemahan saya terus bernyanyi memuji Tuhan. Pertolongan Tuhan itu ajaib, rasa syukur yang terus saya naikan, kasih Tuhan begitu melingkupi saya saat itu.

Jam 1 pagi, adik saya datang menawarkan diri untuk menjaga saya. Ia langsung mengurus perawatan saya di RS untuk mendapatkan kamar memakai asuransi, meskipun kita tidak tahu sampai kapan. Tepat jam 2 pagi saya dipindahkan ke kursi roda. Saya terus bersyukur, Tuhan yang ambil kendali, karena setiap nyanyian itu memberikan saya kekuatan. Saya fokus dengan Tuhan. Setelah 2 jam menunggu akhirnya saya masuk ke IGD, hanya di ruang IGD.

Hasil pemeriksaan dari rontgen paru-paru adalah paru-paru saya sudah putih; penuh dengan virus, terjadi pengentalan darah, asam lambung naik, saturasi rendah sehingga harus dibantu dengan oksigen, serta gejala COVID -19 lainnya. Saya diinfus, diberikan antibiotik dan baru esok malamnya saya mendapatkan kamar. Tuhan Yesus dahsyat.

Satu hari saya di kamar ICU, karena kamar ICU penuh jadi posisi saya hanya duduk di kursi roda. Saya melihat banyak sekali yang meninggal, bayangan bahkan aura kematian kuat sekali. Saya hanya bisa berdoa serta terus memuji-muji Tuhan sekuat yang saya bisa. Sungguh perjuangan iman yang luar biasa.

Setelah satu hari di kamar ICU, saya pun dipindahkan ke kamar biasa dan puji Tuhan, sudah mendapatkan kamar dengan tempat tidur, saya bisa rebahan setelah 2 hari posisi saya hanya duduk di kursi roda.

Dalam kelemahan saya dikuatkan oleh dukungan doa dari keluarga, teman-teman pelayan yang terus memberikan support; baik lewat chat WA atau pun video call. Di sinilah saya melihat pertolongan Tuhan atas hidup saya sangat nyata adanya. Karena saat saya sendirian dalam kelemahan, ada doa-doa yang dinaikkan yang membuat roh saya bangkit, saya dikuatkan melalui doa dan kata-kata yang menyemangati saya untuk sembuh.

Kurang lebih 2 minggu di ruang isolasi saya dinyatakan bisa pulang dengan hasil rontgen yang menyatakan paru-paru saya sudah bersih dari virus, bahkan saya bisa merayakan ulang tahun pertama anak kami bersama-sama di rumah. Haleluya, Terpujilah Tuhan Yesus.